Rabu, 23 Maret 2011

Kampung Jamur Sidoarjo

Di Jawa dan Bali, bisnis budi daya jamur ini memang sudah cukup lama dikenal. Seperti yang ada di Kabupaten Sidoarjo terdapat kampung jamur yang mayoritas masyarakatnya melakukan budi daya jamur.

Berlokasi di Desa Wadungasih, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jatim, sebuah kampung jamur berdiri.

Keberadaan kampung jamur itu tidak lepas dari inisiatif dari Sunarto, selaku pencetus kampung jamur yang ada di Sidoarjo.

Menurut dia, pendirian kampung jamur itu berasal dari keprihatinan terhadap warga sekitar yang kurang bisa memanfaatkan lahan lingkungan sekitar.

"Di desa kami kondisi tanahnya lembab dan sangat cocok untuk dilakukan budi daya tanaman jamur, sehingga bisa meningkatkan ekonomi masyarakat," paparnya.

Sejak diresmikan pada pertengahan tahun ini hingga sekarang masih bertahan dan terus melakukan inovasi pada teknik budi daya dan pengembangan pemasarannya, sehingga menjadi agribisnis yang utuh dan mudah dilaksanakan sebagai teknologi tepat guna yang ramah lingkungan.

Pengembangan teknik budi daya ini dipermudah dengan menggunakan bibit sebar dengan media yang mudah dan murah.



"Teknik dan alat yang digunakan merupakan hasil pencarian terus menerus serta belajar membudidayakan jamur lewat buku, potongan-potongan koran, majalah," tuturnya.

Berbeda dengan jamur merang yang perlu ruangan tertutup dan hangat serta kedap udara, jamur tiram tidak memerlukan suhu tertentu atau ruang kedap udara.

Jamur tiram yang umum dikembangkan untuk budi daya biasanya berwarna putih, sementara warna coklat dan merah muda tidak.


Secara umum, jamur termasuk dalam jenis sayuran yang mengandung sedikit sekali protein dan hidrat arang, seperti halnya kangkung, ketimun, kool, kembang kool, tauge, sawi.

"Karena kandungan kalorinya rendah, jamur boleh dimakan sekehendak atau bebas tanpa memperhitungkan banyaknya," katanya.

Menurut dia, jamur tiram yang berkembang dibudidayakan hingga saat ini adalah jamur tiram putih, coklat dan merah muda. Jamur ini, tumbuh di kayu yang mengalami pelapukan atau yang sudah mati, tumbuh pula di ilalang, sampah tebu dan sampah sagu. Jamur tersebut tidak beracun dan boleh dimakan.

Sementara, jamur yang tergolong beracun dan tidak dapat dikonsumsi, lanjutnya, jika jamur tiram, misalnya, tumbuh di kayu yang masih hidup, tumbuh di bangkai, kotoran ayam atau binatang ternak.

"Jika termakan, jamur jenis ini akan menyebabkan keracunan dan dalam konsentrasi racun tinggi dan bisa menyebabkan kematian," ucapnya.

Ciri-ciri jamur beracun antara lain, umumnya tangkai payungnya bergelang atau terdapat lingkaran menyerupai cincin.


Tapi, katanya, tidak semua yang bergelang merupakan jamur beracun. Selain itu, aroma jamur akan terasa berbau sangat tajam, jika dipotong terdapat cairan kekuning-kuningan dan berlendir.

"Jika terdapat tanda-tanda tersebut, sebaiknya jamur ini jangan dikonsumsi dan jamur ini biasanya tumbuh liar, sementara jamur yang sengaja dibudidayakan untuk dikonsumsi tentunya jamur yang tidak beracun, jadi tidak perlu khawatir membeli jamur apalagi yang sudah dalam kemasan," paparnya.


Limbah Gergrajian Kayu
Budi daya jamur tiram dengan memanfaatkan limbah gergajian kayu yang dilakukan warga masyarakat di Sidoarjo ini bisa dijadikan alternatif usaha yang mempunyai prospek sangat baik.

Selain memakai bahan yang mudah dan murah, warga juga membuat sendiri bibit induk dan bibit sebar jamur tiram ini, sehingga tidak perlu lagi mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli bibit.

Dalam waktu dua setengah bulan bibit tersebut sudah dapat dipakai, lebih cepat dibandingkan dengan proses yang selama ini dikenal yang memakan waktu sekitar empat bulan.

Membuat bibit induk dan bibit sebar jamur tiram dilakukan dengan menyediakan media antara lain dedak halus dan tepung jagung yang dicampur dan ditambahkan air lalu dibuat adonan atau pasta (perbandingan 2:1).

Proses perawatan hingga panen dalam budi daya jamur tiram ini juga cenderung gampang. Setelah polybag-polybag dingin, bibit jamur tiram dimasukkan satu sendok di bagian atasnya dan disimpan dalam ruang inkubasi.

Jumlah bibit yang dimasukkan tidak akan berpengaruh pada berat jamur yang dihasilkan melainkan proses keluarnya jamur bisa lebih cepat.

Lama kelamaan, polybag-polybag tersebut nantinya akan kelihatan memutih di seluruh permukaannya.

“Jika sudah putih semua, polybag tersebut dapat dipindahkan ke ruang produksi," katanya.

Dalam ruang produksi, perawatan sederhana dimulai dengan membersihkan ruangan tiap pagi serta menyemprot polybag dengan air untuk tetap menjaga kelembaban ruangan serta merangsang tumbuhnya jamur tiram.

Supaya proses tumbuhnya jamur cepat, maka kapas penutup mulut polybag dibuka beberapa sebelum jamur keluar.

Dalam waktu 15 hari dalam ruang produksi, jamur akan terlihat bermunculan, keluar dari mulut-mulut polybag.

Tidak lama setelah itu, selang tiga hari kemudian jamur tiram pun mekar dan panen pertama pun bisa dimulai.

Permintaan akan jamur siap panen dalam polybag tersebut, menurutnya, sangat tinggi, hanya saja ia belum mampu menyediakannya.

Di rumahnya, tempat budi daya jamur tiram sampai saat ini, dirinya telah banyak memberikan pelatihan-pelatihan pada masyarakat tentang budi daya jamur tiram.

Tingkatkan Ekonomi Masyarakat
Kampung Jamur yang kala itu peresmiannya dilakukan oleh Bupati Sidoarjo Win Hendrarso, dengan harapan kampung jamur bisa meningkatkan ekonomi masyarakat.

"Peresmian kampung jamur ini diharapkan bisa meningkatkan perekonomian warga sekitar," katanya.

Ia mengemukakan, untuk selanjutnya pemerintah Kabupaten Sidoarjo akan membantu masalah pengadaan modal terkait dengan usaha tersebut.

"Kami mendapatkan masukan dari warga terkait pengadaan modal yang sulit," katanya.

Di kampung jamur ini sudah terdapat 31 warganya yang ikut membudidayakan jamur sebagai alternatif pemasukan ekonomi keluarga.

"Jamur yang dibudidayakan di sini merupakan Jamur Tiram yang biasa digunakan sebagai campuran bahan makanan seperi nasi goreng dan juga tumisan," paparnya.

Selain digunakan sebagai bahan makanan, jamur yang dihasilkan tersebut juga bisa dijadikan bahan olahan lain seperti dodol jamur.

"Selain jamur tiram, ada juga beberapa jenis jamur yang dapat dikonsumsi antara lain, Jamur Kuping, Jamur Merang, Jamur Shiitake dan Jamur Champignon," katanya.

Jamur Kuping, Jamur Merang dan Jamur Tiram, dapat dibudidayakan di sebagian besar alam atau wilayah Indonesia yang bersuhu hangat.

"Sedangkan Jamur Shiitake dan Jamur Champignon hanya dapat dibudidayakan di tempat-tempat tertentu yaitu dataran tinggi yang bersuhu dingin," ungkapnya.

Ia menjelaskan, dari awal proses pembibitan hingga dalam jangka waktu sekitar 35 hari jamur tiram sudah bisa diambil hasilnya.

Selanjutnya panen bisa dilakukan sekitar tujuh hari setelah panen yang pertama dan seterusnya.

"Untuk setiap seribu bungkus spora (kantong jamur) dapat menghasilkan panen jamur sekitar tiga sampai lima kilogram," ujarnya.

Sedangkan harga setiap kilogram jamur yang telah dipanen berkisar antara Rp12 ribu sampai Rp15 ribu.

Sementara itu, masalah pengadaan bibitnya sendiri bisa didatangkan dari daerah lain seperti Kediri dan juga Gresik.

"Dengan demikian, bisnis jamur tiram ini cukup menjanjikan untuk menopang perekonomian keluarga," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar